Wednesday, November 25, 2015
Monday, October 26, 2015
Duduk dipojokan, bangku paling belakang. Kami para gembel. Sempit, brisik, berserak sampah kertas koran dan origami. Mbel Cipeh, mbel Cik pia, dan Fije duduk dibelakang, sedang aku dan Aurora dedek duduk dibangku depan mereka. Sstt.. sebentulnya aku kurang ikhlas panggil dia Aurora, yang lain gembel semua, dia sendiri yang nama panggilannya paling manis. Ah..sudahlah, ikhlaskan aja -,-
Aku lagi asik ngamati desma buat bulat-bulat dari kertas koran buat kotak tisunya, tak lagi memperdulikan Pak Suryono yang masih antusias memotivasi kami untuk berkreasi lebih kreatif. Ya hari ini kami diminta mengumpulkan tugas seni sama bapak dosen. Ga ada petir ga ada hujan. Tetiba aja diminta ngumpulin kaya begitu. Beberapa teman, ngerjain dikampus. Ya kami-kami ini yang duduk dipojokan sebagai tersangka paling rajin ngerjain tugas di lokal xD
Eh..mendadak teman-teman sekelas bersorak kriuk renyah. Melongok kearah depan, itu suara rame si Ongah Elvi beserta rombongan sebelah kiri. Dan walahhh.. ternyata wayang buatanku udah ditangan pak Suryono.
"Itu punya si khoeriyah paakkk!" Seru si Ongah Elvi. Pak Suryono membolak-balik wayang kertas buatanku. Menggerakan lidi-lidinya.
"Itu paling unik pak. Wayang!"
Aku langsung terperangah liatnya. Siapa yang nyodorin itu wayang? Koq tetiba udah ditangan bapak gitu?
Oke, dan aku langsung ditanya2 sama si bapak. Lama bapak ngamati wayang itu.
"Ini buat sendiri?"
"Ya paakk.."
"Oo...gambar sendiri?"
"Ya pak"
"Kamu anak dalang ya??"
"Ha!" Menoleh ke Dedek yang masih sibuk potong-potong koran. "Apa kata bapak dek?" Si Dedek sama sekali ga gubris. "Iyya pakk." Asal jawab. Pak Suryono manggut-manggut doang. Tanda ga ngerti, ga jelas atau ga masuk akal sama jawabanku? Entahlah. Maafkan kami yang ga fokus pak xD
Yang lain sibuk komentar ga jelas xD
"Pssst..Lha emang mbah muiz anak dalang ya mbh?" Bisik mbah elin sama mbah Ilma
"Lha entah" jawab mbah Il sekenanya.
Setelah semua dikumpul. Kami dikasih arahan. Cukup oke semua kreasi kelas kami. Yang jelas, kami diminta berkreasi sendiri sekreatif mungkin. KREASI SENDIRI. Bukan dia yang beli atau dibuatkan. Masa sih, kreasi dari kertas pake acara beli? Apa aja bisa dibikin lho. Noh, banyak banget contekan digoogle. Buat sendiri dan ga harus beli! Padahal bapak bahkan ga menatapkan standar yang tinggi buat tugas kami ini
"Bawa kreasi kalian yang terbuat dari kertas! Minggu depan kumpul!" Kata bapak minggu lalu.
Yap, kelas kami langsung action buat tugas. Ya meski ada juga sih yang buat tugas di lokal HAHAHA
***
Media yang terbaik untuk anak SD adalah yang sederhana. Yang sederhana tapi bermanfaat tentunya. Itu kenapa aku pilih media wayang ini. Apalagi anak sangat suka diceritakan. Sedang bercerita adalah metode yang baik untuk merangsang perkembangan imajenasi anak.
Untuk itu, sebagai calon guru SD, penting bagi kami belajar ini. Gmana caranya kami kelak harus menyajikan pembelajaran yang sekreatif dan seunik mungkin biar anak tertarik buat belajar. Aku pribadi, suka kagum sama kaum muda tapi udah jago mendalang. Mendalang itu kalau bahasa anak mudanya sih story telling. Haha..iya ga sih? Nah..tapi ini story telling dengan media wayang :D
Sebagai guru, aku juga harus mampu story telling di depan anak-anak. Apa yang diceritakan? :D
Penenun Asa
Tuesday, July 28, 2015
![]() |
Photo By: Malam Narasi OWOP 3 |
“Dek, lihat disanaa..!” Serumu. Aku mengikuti arah telunjukmu yang mengarah ke ujung danau. “Suatu hari nanti, gedung disana, kita yang akan memilikinya.” Aku tertegun mendengar celotehmu. Melihat dengan bangga Kakak kesayangan yang luar biasa imajenasinya.
Nun jauh disana, di ujung danau, terlihat gedung-gedung menjulang tinggi. Gedung yang paling tinggi adalah favoritmu. Kamu berceloteh tentang ujung danau itu. Memimpikan hal yang tinggi. Dan entah kenapa, ujung danau itu selalu membuatmu terkagum. Entah daya tarik apa, yang membuatmu selalu menarikku untuk bermain dipinggir danau, duduk di bawah pohon, seraya memandang jauh ujung danau.
Dan kali ini, kamu mengajakku bermain lagi di tepi danau.
“Dek, bantu kakak nyusun balok-balok ini ya.” Kamu mengeluarkan balok-balok kecil kayu dari dalam tas sekolahmu.
“Untuk apa ini kak?”
“Ini akan kita buat replika gedung ituuu.” Katamu sambil menunjuk gedung favoritmu dengan antusias. Kemudian kamu mengangkat meja kayu kecil dari rumah kita. Dan kita mulai menyusun balok-balok itu diatas meja. Kamu begitu bersemangat, sampai pada balok yang tertinggi, tangan kita tak sampai untuk meletakkan balok terakhir.
“Kak, naik pohon aja!”
“Aha! Kamu pintar dek!”
Dengan cepat, kamu menaiki pohon itu. Tanganmu hampir sampai meletakan balok terakhir di gedung balok tertinggi yang kita buat. Tiba-tiba..
KRAAAAKKKK!!! BRAAKK!!!
Batang pohon yang kamu injak ternyata telah rapuh.
“Aaaaakkk kakaaaaakkkk...!!” Pekikku. Aku meraung sejadi-jadinya.
Kamu terjatuh, tepat diatas meja berisi balok balok tinggi. Terjatuh dengan posisi kepala lebih dahulu mendarat. Balok-balok itu roboh dan berserak. Raunganku membuat penduduk membantu. Aku hanya terduduk lemas, menyaksikan kakakku yang telah bersimpuh darah tak berdaya yang sekarang digotong penduduk.
“Maafkan aku kak. Harusnya aku tak menyuruhmu naik ke atas pohon untuk meletakkan balok itu.” Tangisku. Ibu datang, memelukku sambil menangis. Rasa bersalah yang menjadi-jadi yang membuatku tak sadarkan diri.
“Aku sekarang disini kak. Tempat dimana kita pernah memimpikan ini dimasa kecil kita. Aku disini kak, di gedung favoritmu.” Aku tergugu sambil memandang ujung danau dari atas gedung ini.
Saturday, July 4, 2015
“Ra..mbak mual. Tapi mbak ngga bawa plastik buat tempat mabok” mbaknya Ra memegang perut, kemudian memalingkan wajahnya ke jendela pesawat.
“Oalah..jangan keras-keras gitu tho bicaranya. Mbak maluu!”
“Iya..iyaa.” Ra cekikikan.
“Ini gimana dong. Mbak udah ngga tahan. Kamu bawa koyo cabe ngga?” kali ini mbaknya Ra berbisik. Ra menggeleng ke mbaknya.
“Ini lho mbak. Di saku jok depan ini ada kertas ini nih. Nah..kertas ini bisa buat tempat sampah, bisa buat tempat mabok juga. Nanti, kalo kertas udah terisi, kita kumpulkan sama mbak pramugari.”
“Oalah..mbak kira kertas oksigen. Ituloh, yang kalo tekanan udara dipesawat kosong, kita bisa bernafas pakai kertas ini. Sini! Mbak mau ini nih....”
Ra pucat pasi melihat mbaknya.
Wednesday, June 17, 2015
Sunday, June 7, 2015
Ga perlu koar-koar sama siapapun, kalo kamu lagi berjuang mengejar sesuatu. Mengejar mati-matian untuk suatu harapan yang baik. Ga perlu dikatakan. Toh jalanmu ya hidupmu. Jalan mereka ya hidup mereka. Gini aja deh, simplenya, mimpimu ya mimpimu, ga perlu digembor sana gembor sini. Buktikan aja :P
Kalo kata Nur Amira Hakiki temen di BBM pernah bikin PM gini "Jangan biarkan orang lain tahu susahnya kamu berjuang! Dekap susahmu, luahkan semua dalam sujudmu." Itu artinya, orang lain ga perlu tau masa susahmu, curhatkan aja masa susahmu sama Allah lewat sujud malam panjang. Lihatlah perjalanan indahnya.
Jadi, kabarkan aja pada mereka setelah semua hal yang kamu kejar tercapai. Setelah masa susahmu berakhir dengan kejayaan. Setelah berlelah letih itu berganti dengan senyum bahagia. Ceritakan pula masa susahmu ketika kamu naik. Buktikan dengan bukti nyata, bahwa kamu telah berhasil berjuang. Dan hatimu harus tetap rendah walau telah melewati susahmu dan manaik tinggi ;)
Penenun Asa
Dimanapun tempatnya inspirasi selalu mengena ;)
Monday, June 1, 2015
"Jadi kamu harus melawan ayah dengan ambil jurusan seni lukis!?" Ayah bertanya padaku dengan mengepalkan tangannya. Suasana amat tegang di ruang keluarga hari ini.
"Maaf yah, maafkan Anind. Tapi Anind sama sekali ga yakin di fakultas keguruan. Apalagi ambil jurusan fisika yaah" Aku menunduk. Tak berani memandang air muka ayah. Ibu yang duduk disamping ayah hanya terdiam membeku.
"Jurusan fisika itu amat dicari disini. Apa salahnya kamu coba dulu!! Belum dicoba udah bilang ga yakin!!" Bentak ayah. Aku menggigil. Keringat dinginku mengalir. Sebelumnya ayah tidak pernah sekeras ini padaku."Klo kamu ga ambil guru, terus kamu mau jadi apa klo ambil seni hah!? Mau jadi pelukis jalanan!? Yang mengotori dinding2 bersih jembatan macam di Jogja sana?!" Bertubi ayah berargumen. Aku tetap diam tak bisa menjawab apapun.
Aku memandang ibu. Meminta pengertian.
"Yah.." kata ibu pelan.
"Mau jadi mahasiswa urakan!?" Aku tersentak, kali ini kalimat ayah benar2 membuat hatiku sesak, seolah ada ikatan erat mencengkram tubuhku
"Ayah seni ga seperti itu. Ayah keliru klo menganggap seni seperti itu. Seni itu indah yah. Hidup dengan seni jiwa kita menjadi lebih halus. Dengan seni kita akan melihat sesuatu dengan indah. Dengan seni.."
"Halah..itu cuma syair picisanmu saja! Dengan jadi PNS kamu bisa hidup layak dan terjamin. Dan orang seni itu hidupnya ga terjamin!!"
"Ga semua orang harus hidup untuk jadi pensiunan PNS seperti ayah. Seseorang boleh menentukan jalan hidupnya.." aku memberanikan berkata, membuat ayah kali ini terdiam tak merespon. "Ibu, tolong yakinkan pada ayah. Klo Anind teramat mencintai dunia seni" kali ini aku meratap pada ibu yang masih terdiam bisu.
Ibulah yang paling mengerti bahwa aku sangat suka seni lukis. Dan ibulah yang paling tau perjuanganku mengikuti proses seleksi snmptn jurusan seni lukis dengan syarat yang sedemikian rupa. Ibu jugalah yang memotivasiku tanpa sepengetahuan ayah.
Aku mengambil sepucuk amplop yang sudah kucel dari saku rok seragam dan menyerahkannya pada ibu. Ibu kemudian membuka amplop itu. "Ayah..Ibu..Anind..Anind diterima snmptn di UNY jurusan seni lukis.." aku tak kuasa menahan air mata. Hatiku terasa lega mengucapkan kalimat ini.
Amplop yang telah lebih aku simpan selama sebulan setelah pengumuman snmptn pun sudah dibaca ibu. Ibu menaikkan alisnya membaca surat didalam amplop itu. Tersenyum hangat, kemudian menganguk pada ayah dan menyodorkan surat itu padanya. Ayah memandang ibu tak mengerti.
"Anind mohon..Ay..ayah..ib..ibu restuilah Anind untuk kuliah di jurusan ini.." aku berkata dengan berurai air mata, menunduk tak berani memandang ayah dan ibu. Aku hanya berani melihat tangan ayah yang sekarang makin terkepal dengan keras.
***
Ayah memelukku dan mengecup anak jilbab di keningku.
"Ayah harus selalu mendengar kabar baik darimu nak." aku mengendurkan pelukannya.
"Klo aku sakit yah?"
"Harus sehat2 dan baik2 terus dong.." dia mengacak jilbabku dan jilbabku kusut karenanya. Aku tertawa.
"Kuliah yang serius nak. Serap ilmu sebanyak-banyaknya di Jogja sana. Jangan lupa shalat tepat waktu." kali ini ibu berkata dengan senyum hangatnya. Aku gantian memeluk ibu. Untuk beberapa lamanya aku berada dipelukan ibu. Menikmati saat2 terakhir hangatnya pelukan ibu sebelum kepergianku ka Jogja yang tinggal menunggu hitungan menit.
"Ayah memang sama sekali ga tau tentang seni lukis. Maafkan ayah atas ketidaktahuan ayah tentangmu Nak." Ayah mencangklongkan tas ranselku. "So, I hope you, Anindya Putri anak ayah satu-satuny You must study hard in Universty of Yogyakarta. And raih mimpimu. Buat ayah menjadi ayah yang proud of you nak." Ayah sekali lagi menasehatiku dengan bahasa inggrisnya yang kacau. Maklum ayah adalah guru biologi.
"AHAHAHA..Terimakasih ayah, terimakasih ibu. Anind akan belajar dengan baik. Doakan Anind terus yaa. Anind pamit.." mereka mengangguk dengan senyum hangat. Aku mengecup tangan mereka satu satu. Sekilas aku melihat mata mereka berkaca-kaca. Dengan cepat aku membalikkan badan dan menarik koper agar ayah dan ibu tak melihatku yang kini telah berurai air mata.
***
Aku bersyukur melihat hamparan kota Riau bak karpet hijau dari jendela mungil pesawat. Air mataku tak kuasa tertahan disini. Aku menangis.
Ya, aku diatas pesawat sekarang. Menangis karena aku benar-benar akan pergi meninggalkan landasan bandara SSQ II, menangis meninggalkan sahabat semasa esemaku, serta ayah dan ibu di Riau. Menangis, untuk jalan dari mimpi yang berliku itu semakin dekat. Juga menangis karena pada akhirnya ayah mengizinkan dan merestuiku menjadi seorang pelukis. Seolah kesenanganku melukis, akan sebebas aktor Keenan dalam film perahu kertas.
Lagu A New World-nya Nadya Fatira mengalun dari headset dibalik jilbabku. Dan kini, yang aku rasakan adalah aku hidup di dunia baru. Dunia passion. Aku percaya, bahwa hidup dengan passion akan terasa 'gue banget' meski berliku berlelah-lelah ;)
*Oya, btw tulisan ini ditulis ketika Anindya Putri dr Jateng dinobatkan mjd putri Indonesia 2015 ;)
**Tuh kan, ngomongin pesawat jd pengin ke Jogja lagi. Ya Allah, terbangkan aku dong, ke Jogja lagi :p wkwkwk #ketawajijay
Penenun Asa
Survive menulis dan menulis
Pekanbaru di malam yg intuiting
Wednesday, March 25, 2015
Diceritakan, kami sekelas dapat tugas dimata kuliah Evaluasi Pembelajaran. Jadi, pak Subhan, dosen kami ini minta kami nyari bentuk soal2 anak SD. Dikumpul kamis besok. Woho..tentulah kami selokal sibuk nyari buku. Terus aku nyari bukunya di toko buku gramedia. Emang deh ya, segala hal tentang toko buku itu, menurut gue menarik banget. Betah berlama-lama kalo di depan rak buku. Cuma buat meriksa judul ma cover buku. Dan ga beli. Hahaha.. #diseretsatpam
Gue udah di lantai 2 toko buku gramedia. Ternyata di lantai 2 ga ada buku2 anak SD. Yang ada malah buku2 tafsir jalalain, hadist tarbawi, motodologi studi quran. Macam2 pokoknya, yang gue ga ngerti sama sekali. -,-
Dari pada buang waktu, maka turunlah gue ke lantai 1. Selain buku2 SD, buku2 pelajaran sekolah, dilantai 1 juga banyak kumpulan novel2 dan dan buku2 motivasi. Disitulah tiba2 mata gue tertumpu pada jajaran buku best seller yg dipampang di rak paling tinggi di depan pintu masuk gramed. Siapakah si penulis buku yg paling best seller itu?? Mau tau?? Serius?? Nanti kamu nyesel deh -,-
Buku best seller itu BUKU GUE TERNYATA!!
Gimana ceritany??
Diterbitkannya emang kapan?
Aaakk..pertanyaan-pertanyaan itu mengetok kepalaku.
TADAAA!!!! Waaa..buku gue ternyata ada diurutan pertama jajaran buku yang paling best seller tahun ini!
Buku berjudul "Story of Choeriah Muiz", mampu ngalahin buku kak Dhira "ketika dhira jatuh cinta" cobaa?? Dan mampu membuat buku "koala kumal" Raditya Dika merengsak ke urutan ketigaa. Ya Allah senengnyaa!! saking girangnya, gue sampai kejodot rak buku, dan buku berjatuhan. Wkwkwk
Tapi gue juga masih ga tau isi buku itu apaan..haha xDD
Koq bisaaa..koq bisa??
Oo..ternyata permintaan buku gue udah menggunung di gramed sejak lama. Tapi stock digudang belom datang. Yaeyalah gimana mau datang! Ditulis aja belom..! bhahahaha. Masih ga ngerti, gimana buku gue itu bisa jadi best seller dan ditunggu penggemar buku, tapi rahasiany adalah: gue ternyata suka jualan di twitter, promoin buku yg baru gue tulis~ kaya Dewa Eka Prayoga gitu haha
Belum dapat buku SD dan gue udah kebangun! -,- #mimpimacamapaini
Sekali lagi ini mimpi yaaa. Ya gitu dehhh, gausah dimasukin ke hati :p
Makasih Ya Allah...
Trimakasih, mimpinyaa..
Paling ga, gue udah bisa ngerasain gimana hepinya jadi penulis buku best seller, meski dalam mimpi :D
Ya Allah..
Jika itu baik menurutMu, maka mudahkanlah aku untuk menulis buku. Gerakan tanganku untuk mampu menuangkan segala ide dan kecemerlangan yang ada diotak, pikiran, hatiku serta disekitarku..
Ya Allah, rahmatilah aku.
Bahwasanya aku mampu karena Engkau yg memampukanku...
Survive and Move!
Monday, March 16, 2015
Tiba-tiba aku tersadar ketika aku nanya ke mba Astin "Siapa tokoh inspirasi mba Astin??" "Ya ibu dongss.." jawaban singkat itu mampu meluluh lantahkan air mataku.
Jika aku diberi waktu yang lebih lama untuk mengenal ibu.
Inilah titik dimana, ketika aku ingin menceritakan tokoh inspirasiku, tapi belum juga nemuin. Orang lain pasti bakal nyebutin "Ibu!" atau "ayah!" untuk jadi tokoh inspirasinya. Tapi aku? Bahkan ga terpikirkan untuk menulis nama mereka sama sekali. Ah..kenapa seperti ini?
Ya, waktuku ga lama untuk mengenal ibu. Dua belas tahun aku bersamanya. Tapi aku merasa belum mengenalnya dekat. Sejak kecil, aku hanya maen. Pulang sekolah maen, kalo ngajinya libur, ya maen lagi. Kalopun disuruh tidur siang, diam diam aku menyelinap keluar kamar buat pergi maen. Hampir tiap hari pulang sore, baju basah basah karena maen di sungai. Udah kaya anak cowo yang gagal.
Pernah, suatu kali ketika dibilangin berkali-kali udah ga mempan, saking bebalnya, aku pualang sore tiap hari, maen ga tau waktu, aku sampai dipukul ibu dengan bambu panjang. Ibu memukul di lengan sebelah kiriku. Memar aku dibuatnya. Sakit, aku menangis sesenggukan. Dan sakitnya, sampai dua hari ga hilang. "Kenapa aku dipukul? Kakak ga pernah dipukul. Semenjengkelkan itukah aku bu? Sampai tega memukulku? " Gumam bibir mungilku kala itu. Baru kali itu ibu semarah itu pada anak-anaknya. T.T
Dari SD, aku ga pernah dapat juara, baik juara kelas, juara lomba ngaji, shalawatan, atau apapun. Aku juga ga seberprestasi kakak-kakakku, aku tau itu. Aku belum bisa membuat mata ibu berbinar sama ketika, dia pernah menceritakan "Mba Astin dulu waktu esema ebtanasnya dapat nilai paling bagus. Ibu naik panggung, terima hadiah, disalami kepala sekolah, ibu seneng sekali, betapa terharunya ibu."
Aku juga belum pernah buat ibu tersenyum bangga, sama ketika melihat foto Raimuna pramukaannya mas Taqin dan mba Udoh di Jakarta "Senengnya ibu liat mbamu dan masmu bisa ke Jakarta Iz. Foto sama lik Arisun lagi :D" kata ibu menyodorkan foto yang baru diterimanya dari Riau itu.
Padahal aku. Aku, ingin sekali mempraktekan apa yang Jamil Azzaini nasehatkan "Tanyakan pada orang tuamu, apa yang membuat mereka bahagia. Lalu kejarlah!" Tapi hanya jawaban ayah yang ku dapat bukan 'mereka'. Jika ada kesempatan bertemu aku ingin bertanya langsung pada ibu "Apa yang membuat ibu bahagia? Maka mulai kini aku akan mengejarnya bu!" :')
Jika aku diberi waktu yang lebih lama untuk mengenal ibu. Pasti aku tau jawabannya. T.T
Sering aku iri melihat seseorang anak yang ibunya masih ada. Mereka masih punya kesempatan buat ngebahagiain ibunya. Atau tiba-tiba aku terdiam, ketika ada seseorang yang menceritakan ibu mereka di depanku. Aku ga tau harus ikut cerita apa. Apalagi ketika mereka yang udah mampu membanggakan orang tuanya. Membuat aku iri, rindu dan berpuisi gini:
Aku,
Begitu menjengkelkankah untukmu ibu?
Sampai engkau tega pergi, sebelum melihatku menjadi yang membanggakan seperti kakak?
Apakah aku senista itu?
Engkau tak mau 'menawar' umurmukah untukku?
Agar engkau bisa melihatku menjadi yang membuatmu menangis haru?
Tak taukah engkau ibu, bahwa aku butuh kasihmu apapun dan kapanpun..
Aku butuh engkau ibu, sekarang..
Maafkan aku yang selama hidupmu hanya menyakitimu..
Rindunya aku pada ibu. Wajah sederhananya. Kalo ada ibu-ibunya temen sekost yang datang, aku pasti selalu cium tangan mereka, aku pandangi mata mereka. Saat itulah aku merasa melihat ibu, walau tetep ga terobati rindunya..
Sering aku berdialog ke Allah dengan bahasa seperti ini:
"Dear Allah,
aku gatau gimana cara menghapus rasa rinduku, aku ke ibuku. Aku gatau Ya Allah. Semakin aku mengingatnya, sedihku, rinduku, semakin bertambah dari detik kedetik. Aku belum membahagiakannya seumur hidupnya.Aku harus bagaimana? Kenapa Engkau tak izinkan aku membuatnnya bahagia sebelum ibu pergi? Apakah Engkau tak sayang padaku juga pada ibuku?"
Dan Allah seolah jawab ngeyakinin aku gini:
"Muiz, Aku memanggil ibumu lebih cepat bukan berati aku tak menyayangimu, juga bukan berarti tak menyayangi ibumu. Justru karena Aku menyayangi ibumulah. Aku mengistirahatkan ibumu lebih cepat dari ibu-ibu yang lainnya. Percayalah. Lakukanlah apapun yang tertulis di 'big planmu' jika kamu ingin membahagiakan ibumu, ibumu melihatmu dari jauh"
Pada akhirnya, aku menarik nafas lega
"Tenang Iz. Allah pasti tau yang terbaik buat kamu, pasti Allah ngerancang sesuatu yang terbaik, jangan berburuk sangka sama Allah. Allah sayang kamu lho, juga sayang padamu ;) Terima kasih Ya Allah :D"
Wednesday, March 11, 2015
Kini atau nanti, mimpi itu masih tetap ada
Kini atau nanti, mimpi itu masih tetap menggema
Kini atau nanti, akan tetap optimis
Otakku bilang "Kalo ga bisa bararti bukan anak Ramanda Iz!"
Hatiku bilang "Percaya aja pokoknya Iz!"
So,
Aku akan menenun mimpi ini
Sampai bersemai ternilai
Sampai aku bersama orang-orang pilihanNya
Untuk berjuang bersama
Menggapai ridhaNya
Percaya deh! Semua pasti ada jalannya
Seolah ada mesin tunel tersendiri
Yang ga terjangkau logika diri
Tangan-tangan kecil ini
dalam genggaman tanganNya
Penenun Asa
Dalam lembar kertas putih aku luapkan
Tuesday, March 3, 2015
BRAKKK!!!
Roe dan Raa yang sedang mengerjakan tugas makalah terlonjak kaget.
"Why?? Koq dibanting hapenyaaa? Ya ampuuun, sayang kan?" Roe memungut dan mengusap-usap hape yang baru dilempar Aw di pojok ruangan.
"AAAKKK...BETE BETE BETE!!"
"Kenapa si Aw? Sampe hapenya dibanting segala?"
"Itu, hape berulah lagi! Baru kemaren aku ganti batrai. Sekarang malah chargernya yang rusak! BETE BANGET AKU!!!"
"Lagi?!" Raa melotot. Untuk keempat kalinya Raa mendengar hape Aw rusak dan ini kelimanya. Mulai dari ga bisa instal bbm, ga bisa dipasang kartu memori, aplikasi yang tiba-tiba uninstal otomatis, pernah juga ga bisa di chas, bahkan sampai batre hamil tua. Miris. Dan ga usah ditanya ke Aw, berapa duit yang udah dia keluarkan buat reparasi hapenya itu. Koceknya sih ga jelas, tapi pastinya udah bisa beli hape tulalit dua biji!
Roe tercekat "Tragedi lagi deh, klo beli hape replika kaya gini. Ga hapenya, ga chargernya. Sama-sama bagus depannya doang." Roe meletakan hape itu disisi Aw.
"Gimana lagi Roe. Sayang kalo ga diperbaiki kan Roe?" Aw menarik nafas panjang"Ahh.. mana uang jajanku bulan depan udah menipis." Aw meringis sedih mengingat itu.
"Yaudah deh, sikapi dengan bijak Aw. Kita ini mahasiswa perantauan. Kalo ga pintar menghemat keuangan, kita ga bakal bisa makan, beli buku, bayar uang warnet, juga fotokopi materi kuliah. Jadi ga perlu lah ngikut-ngikut gaya orang yang tinggi banget. Ya sih sekali-kali liat ke atas dijadikan motivasi, tapi kalo liat atas terus ga akan ada habisnya. Liat bawah deh pasti makin bersyukur."
Aw menunduk lesu memandang hapenya dan mencerna tiap kata yang diucapkan Raa.
Penenun Asa
Flash Fiction pertama, :D