Monday, June 1, 2015

Hei! A New World!

"Jadi kamu harus melawan ayah dengan ambil jurusan seni lukis!?" Ayah bertanya padaku dengan mengepalkan tangannya. Suasana amat tegang di ruang keluarga hari ini.

"Maaf yah, maafkan Anind. Tapi Anind sama sekali ga yakin di fakultas keguruan. Apalagi ambil jurusan fisika yaah" Aku menunduk. Tak berani memandang air muka ayah. Ibu yang duduk disamping ayah hanya terdiam membeku.

"Jurusan fisika itu amat dicari disini. Apa salahnya kamu coba dulu!! Belum dicoba udah bilang ga yakin!!" Bentak ayah. Aku menggigil. Keringat dinginku mengalir. Sebelumnya ayah tidak pernah sekeras ini padaku."Klo kamu ga ambil guru, terus kamu mau jadi apa klo ambil seni hah!? Mau jadi pelukis jalanan!? Yang mengotori dinding2 bersih jembatan macam di Jogja sana?!" Bertubi ayah berargumen. Aku tetap diam tak bisa menjawab apapun.

Aku memandang ibu. Meminta pengertian.

"Yah.." kata ibu pelan. 
"Mau jadi mahasiswa urakan!?" Aku tersentak, kali ini kalimat ayah benar2 membuat hatiku sesak, seolah ada ikatan erat mencengkram tubuhku

"Ayah seni ga seperti itu. Ayah keliru klo menganggap seni seperti itu. Seni itu indah yah. Hidup dengan seni jiwa kita menjadi lebih halus. Dengan seni kita akan melihat sesuatu dengan indah. Dengan seni.."

"Halah..itu cuma syair picisanmu saja! Dengan jadi PNS kamu bisa hidup layak dan terjamin. Dan orang seni itu hidupnya ga terjamin!!" 

"Ga semua orang harus hidup untuk jadi pensiunan PNS seperti ayah. Seseorang boleh menentukan jalan hidupnya.." aku memberanikan berkata, membuat ayah kali ini terdiam tak merespon. "Ibu, tolong yakinkan pada ayah. Klo Anind teramat mencintai dunia seni" kali ini aku meratap pada ibu yang masih terdiam bisu.

Ibulah yang paling mengerti bahwa aku sangat suka seni lukis. Dan ibulah yang paling tau perjuanganku mengikuti proses seleksi snmptn jurusan seni lukis dengan syarat yang sedemikian rupa. Ibu jugalah yang memotivasiku tanpa sepengetahuan ayah.

Aku mengambil sepucuk amplop yang sudah kucel dari saku rok seragam dan menyerahkannya pada ibu. Ibu kemudian membuka amplop itu. "Ayah..Ibu..Anind..Anind diterima snmptn di UNY jurusan seni lukis.." aku tak kuasa menahan air mata. Hatiku terasa lega mengucapkan kalimat ini.

Amplop yang telah lebih aku simpan selama sebulan setelah pengumuman snmptn pun sudah dibaca ibu. Ibu menaikkan alisnya membaca surat didalam amplop itu.  Tersenyum hangat, kemudian menganguk pada ayah dan menyodorkan surat itu padanya. Ayah memandang ibu tak mengerti.

"Anind mohon..Ay..ayah..ib..ibu restuilah Anind untuk kuliah di jurusan ini.." aku berkata dengan berurai air mata, menunduk tak berani memandang ayah dan ibu. Aku hanya berani melihat tangan ayah yang sekarang makin terkepal dengan keras. 

***

Ayah memelukku dan mengecup anak jilbab di keningku.
"Ayah harus selalu mendengar kabar baik darimu nak." aku mengendurkan pelukannya.
"Klo aku sakit yah?"
"Harus sehat2 dan baik2 terus dong.." dia mengacak jilbabku dan jilbabku kusut karenanya. Aku tertawa.

"Kuliah yang serius nak. Serap ilmu sebanyak-banyaknya di Jogja sana. Jangan lupa shalat tepat waktu." kali ini ibu berkata dengan senyum hangatnya. Aku gantian memeluk ibu. Untuk beberapa lamanya aku berada dipelukan ibu. Menikmati saat2 terakhir hangatnya pelukan ibu sebelum kepergianku ka Jogja yang tinggal menunggu hitungan menit.

"Ayah memang sama sekali ga tau tentang seni lukis. Maafkan ayah atas ketidaktahuan ayah tentangmu Nak." Ayah mencangklongkan tas ranselku. "So, I hope you, Anindya Putri anak ayah satu-satuny You must study hard in Universty of Yogyakarta. And raih mimpimu. Buat ayah menjadi ayah yang proud of you nak." Ayah sekali lagi menasehatiku dengan bahasa inggrisnya yang kacau. Maklum ayah adalah guru biologi.

"AHAHAHA..Terimakasih ayah, terimakasih ibu. Anind akan belajar dengan baik. Doakan Anind terus yaa. Anind pamit.." mereka mengangguk dengan senyum hangat. Aku mengecup tangan mereka satu satu. Sekilas aku melihat mata mereka berkaca-kaca. Dengan cepat aku membalikkan badan dan menarik koper agar ayah dan ibu tak melihatku yang kini telah berurai air mata.

***

Aku bersyukur melihat hamparan kota Riau bak karpet hijau dari jendela mungil pesawat. Air mataku tak kuasa tertahan disini. Aku menangis.

Ya, aku diatas pesawat sekarang. Menangis karena aku benar-benar akan pergi meninggalkan landasan bandara SSQ II, menangis meninggalkan sahabat semasa esemaku, serta ayah dan ibu di Riau. Menangis, untuk jalan dari mimpi yang berliku itu semakin dekat. Juga menangis karena pada akhirnya ayah mengizinkan dan merestuiku menjadi seorang pelukis. Seolah kesenanganku melukis, akan sebebas aktor Keenan dalam film perahu kertas. 

Lagu A New World-nya Nadya Fatira mengalun dari headset dibalik jilbabku. Dan kini, yang aku rasakan adalah aku hidup di dunia baru. Dunia passion. Aku percaya, bahwa hidup dengan passion akan terasa 'gue banget' meski berliku berlelah-lelah ;)

*Oya, btw tulisan ini ditulis ketika Anindya Putri dr Jateng dinobatkan mjd putri Indonesia 2015 ;)

**Tuh kan, ngomongin pesawat jd pengin ke Jogja lagi. Ya Allah, terbangkan aku dong, ke Jogja lagi :p wkwkwk #ketawajijay

Penenun Asa
Survive menulis dan menulis
Pekanbaru di malam yg intuiting

Assalamualaikum Halo, aku Khoeriyah Muiz. Pengajar muda sekaligus ASN 2018 yang akan menginspirasi melalui tulisan. Tinggalkan komentar, kritik dan sarannya yaa. Terima kasih :)

0 comments: