Thursday, August 31, 2017

Mati-matian Belajar Bahasa Ocu 

Team Penelitian; Gue, Helmi dan Halim (kiri ke kanan)

Lo pernah ga jatuh cinta pada sesuatu, kemudian darinya lo jadi mendalami, mempelajari dan mengikuti apa-apa aja yang berkaitan dengan orang yang lo cintai itu, pernah?

Gue pernah.

"Harus pake bahasa Ocu mbel, keseharian mereka pake bahasa Ocu. Kalau ndak mu diketawain ntar." Kata si Halim yang biasa gue panggil Ajo itu, mewanti-wanti gue ketika mau turun penelitian.

"Serius Jo?"

"Yoi."

Gue mikir keras atas jawaban Halim. "Kalau gitu, ajari aku bahasa Ocu ya. Biar bisa berbaur sama mereka."

"Whahaha, oke sip."

Kemudian pada hari H turun lapangan. 

Gue kikuk betul berhadapan dengan anak-anak berbaju putih merah ini. Ga ngerti mau gimana menyapa mereka. Diawal, gue hanya sebagai pengamat yang mengamati gaya bicara 2 rekan gue sama anak-anak. Ga berani ngomong apapun, takut diketawain bocah-bocah yang bahasa Ocunya masih kental ini. Ahahaha. Gue yang  diam-diam ikut melafalkan lagi apa yang 2 rekan gue ucapkan. Mingkin ini yang dinamakan secret learning.

"Gambar apo bang? Gunuang?"* Teriak anak-anak.

"Jan buek iko le, gunung ka gunuang towi mah yang kalian buek duu."** Seru si Halim ketika mengajarnya telah usai, tapi waktu masih tersisa setengah jam. Yang lain tekun menggambar. Guenya senyum-senyum sendiri dengar celoteh seperti itu. Itu doangan yang gue pahami, lainnya ga paham. Ahaha.

Beberapa kali jidad gue emang dibuat berkerut sampai akhirnya paham apa yang mereka bicarakan. Dan mampu berkerut lagi ketika mereka bertanya langsung sama gue pakai bahasa Ocu, dan guenya ga ngerti mau jawab apa. Azab banget Ya Allah, ngerti apa yg mereka katakan tapi ga mampu jawab xD

"Akak uwang mano?"*** Anak lelaki berkulit putih yang ditengarai ketua kelas mendekati gue. 

"Kak uwang Kuansing. Tapi akak ndak bisa cakap bahaso Ocu."**** Jujur gue meski terbata-bata dan kedengeran aneh banget gue ngomong begituan. AHAHAHA.

"Sst..akak tu ndak pandai cakap bahaso Ocu. Bahaso Indonesia nyie."***** Bisik-bisik yang lain.

Gue merasa asing sendiri melihat mereka bisik-bisik begitu. "AKU SIAPA? DAN DIMANA?" Teriak gue dalam hati.

Mungkin ini kali ya yang beberapa rekan KKN gue rasakan dulu ketika berada di tempat KKN yang mayoritasnya orang Jawa. Pantas juga mereka ga betah di tempat KKN. Iya, sekarang gue jadi memahami kalian wahai rekan KKN, wkwkw.

Meski terkendala bahasa ahaha

Untungnya mereka, anak-anak SD yang unch banget ini akhirnya mamahami dan mengerti bahwa gue ga bisa cakap bahaso Ocu. Ketika mereka ngomong sama gue, mereka usaha banget pake bahasa Indonesia dengan lancar. Ya meski tetep bahasa Ocunya ga hilang sih. Dan, gue merasa dihargai banget dengan usaha keras mereka yang ternyata terlihat ingin juga berbaur sama gue.

Karena merekanya juga sangat keras memahami gue, gue lebih keras lagi memahami mereka. Gue belajar bahasa Ocu mati-matian, jadi suka denger lagu Ocu, suka diskusi penggunaan kosa kata dan tata bahasa Ocu sama temen-temen gue yang dari Ocu. Biar bisa berbaur sama anak-anak itu dongs :D

Dan atas berkat kerjasama tersebut, gue terbantu sekali untuk menyelesaikan penelitian ini. Aaa, Love you nak. Selamat menjadi tonggak masa depan dan agen perubahan ya anak-anak gue yang unch! *tebar kecup

Ternyata jatuh cinta itu sesederhana itu ya? 
Saling mengenal, memahami, menghargai dan mengikut :)


Ket:
*Gambar apa bang? Gunung
**Jangan buat itu lagi. Gambar gunung terus yang kalian buat
***Kakak orang mana?
****Kakak orang Kuansing, tapi kak ga bisa ngomong pake bahasa Ocu
*****Sst, kakak itu ga pandai ngomong bahasa Ocu. Bahasa Indonesia aja yang dia pakai.


31 Agustus 2017
Penenun Asa
Dulu gue cukup rasis, menganggap suku Jawa itu yg terbaik sehingga gue memilih bergaulnya hanya sama orang Jawa aja. Tapi sekarang? Gue malah lebih banyak bergaul sama orang Ocu, Minang, Melayu, Batak. 

Karena ternyata mereka itu asik lho, sumpah, ga sehoror yg pernah gue pikirkan. Gue bahkan belajar banyak hal dari mereka. Mulai dari masak, jualan, skripsi, ketangguhan mereka di perantauan dll. Iya, ternyata semua suku itu keren dan kita bisa belajar banyak hal dari mereka. 

Intinya gue jadi lebih bisa menghargai dan open mind banget dengan teman2 yg berlatar belakang berbeda dari gue.

Maka kalo hari ini kita masih menganggap suku kita yang paling oke, berarti main kita kurang jauh. Open our mind deh atau selamanya kita akan disebut sebagai orang yang 'terbelakang'!

Tuesday, August 8, 2017

Obrolan Dengan Kakak (tentang pulang kampung)

Penenun Asa

"Pengin pulang kampung mbaaa." Chatku ke mba Astin, beberapa minggu lalu. Dia mungkin heran tiba-tiba gue chat bernada manja gitu ke dia. Padahal gue mana pernah manya-menye gitu ke dia. Apalagi minta pulang kampung. Hihh, ga pernah banget. Gue malah ketika dulu pas semester muda disuruh pulang kampung selalu usaha banget nyari alasan apaaaa aja biar ga pulang kampung, ahaha. Sekarang? "Tapi penelitianku belum siap." Lemahku.

"Yaudah siapkan dulu penelitiannya.." Satu kalimat itu mampu menguatkan sekaligus membanjirkan pipi

T.T

Untuk kemudian gue ga berani curhat apapun kesulitan yang gue hadapi ketika proses penelitian gue kepadanya. Ketika gue menghadapi persoalan pelik di tempat penelitian, gue urungkan cerita. Padahal gue udah ngetik panjang lebar tuh buat curhat, ga jadi gue kirim. Memilih menyimpan agar si kakak pengganti ibu gue itu tak khawatir. 

Itu makanya gue akhir-akhir ini sering pergi kemana-mana. Gue oke sippin aja ketika diajak pergi ke kampung halaman kawan-kawan kampus. Bukan sekedar bersilaturahmi, mengenal kebudayaan mereka, mencicip kulinernya, refreshing dari skrispi, tapi untuk menyeka kesedihan.




8 Agustus 17
Dini hari, gerhana bulan
PenA 
Pku
Terimakasih 
udah sangat memahami perjalanan ini
dan sudah sangat bijak 
untuk tak membandingkan aku dengan siapapun T.T