Tuesday, May 31, 2016

Pencarian Passion

Pict : Google
"Jika uang bukan masalah bagi Anda, artinya mau ada uang atau tidak ada uang. Apa yang akan Anda kerjakan terus-menerus?"Tanya Coach Wira.

"NULIS coach!" Kataku mantap.

Itu adalah percakapan digrup telegram Trainer beberapa bulan yang lalu. Saat itu hati juga pikiran masih penuh pertimbangan. Nulis nih? Ya serius, jawabannya nulis? Ga mau jadi dosen kaya yang jawaban Muiz 6 tahun lalu? Heum..


6 tahun lalu di SMAN 1 Singingi Hilir di depan kelas X1..

"Yuk.. perkenalkan diri kalian. Nama lengkap, asal SMP, dan cita-cita kalian." Kata Pak Utan guru pertanian kami. Semua memperkenal diri. Pada giliranku.. 

"Nama saya Khoeriyah Muiz, asal sekolah SMPN 3 Singingi Hilir dan cita-cita dosen!" Dengan semangatnya aku memperkenalkan diri, meski begitu datar. Entah mau jadi dosen apa, cita-citanya kurang begitu mendetail. Dasar bocah. Haha.

Atau beberapa bulan lalu aku curhat dengan Kakanda Sahrul lewat messengger. Setelah panjang lebar aku curhat, dia mengeluarkan nasehat saktinya.

"Yaudah jadi dosen aja kalau gitu. Lanjut S2. Jaluk ijin karo Ramanda. Pasti ulih. Ada tuh pasti duit. Atau mulai sekarang incar beasiswa, cari-cari di internet. Paling ga dengan beasiswa itu, kuliahmu jadi ringan ntar." Kata dia bijak. Tau ga? Kakandaku satu ini, hanya tamatan SMA, ga sempat melanjutkan kuliah, tapi bijaknya masya Allah. Kalau ngasih nasehat selalu ngena dihati, membuat orang termenung. Betul pepatah mengatakan: "yang dari hati akan sampai ke hati." Mungkin ketika dia berbicara dia menyampaikannya dari hati. 

Tapi nyatanya setelah percakapan dengan mas sahrul itu, aku ga minta izin sama Ramanda. Atau ga cerita juga sama Mba Astin, padahal biasanya apa pun aku pasti cerita ke dia. Kali ini? Nothing! Entah kenapa bisa gitu.

Terakhir kemaren bang Bang Anton pas konsultasi STIFIn:

"Passion itu GAIRAH, kita ngerjain terus menerus ga akan bosan. Enjoy malah." bang Anton berapi-api. "Dosen atau Penulis?" Tanyanya kepadaku.

"Dosen bang. Dosennya para guru." 

"Oke, dosen. Dosen yang mengajarkan apa?" Sampai dipertanyaan ini, aku diam, ga tau harus jawab apaan. 

"Dosen yang mengajarkan strategi belajar mengajar/strategi pembelajaran." Jawabku sekenanya. Demi apa, ini bukan jawaban yang keluar dari hati terdalamku. Asal jawab dan pura-pura serius jawab di depan bang Anton. "Tapi dosen yang nulis buku juga bang. Nulisnya ya yang sesuai dengan mata kuliah yang aku ajarkan nantinya." Bang Anton mencium keraguanku dari jawaban ini.

"Oke..Muiz santai aja. Tarik nafas..tutup mata..santai. Buka mata! Penulis yang jadi dosen atau dosen yang menulis?"

"PENULIS yang jadi dosen!" Pekikku. Itu sebenernya yang aku inginkan! Ga ribet-ribet harus jadi dosen dulu biar bisa nulis!

"Yup. Kenapa Muiz bilang pengin jadi dosen, padahal nulis adalah urutan pertama dari 7 hal yang dia cintai?" Bang Anton melihat keseluruh kepenjuru 4 rekanku yang lain yang sama-sama diarahkan passionnya. "Karena nyaman, menjadi dosen adalah jawaban ternyaman bagi dia. Padahal, dia sendiri kalau mau jadi dosen, belum tau langkah apa yang harus dia lakukan.." Bang Anton tersenyum, sedang ku terkikik dalam hati, membenarkan jawaban bang Anton.

"Oke. Nulis ya?"

"Ya bang. Siap.."

"Bulan Ramadhan harus itikaf bikin buku. Siap? Selesai ramadhan harus udah siap, bisa?" 

Aku menganga. Nulis apaan tuh selama Ramadhan? Tanyaku dalam hati.

"Actionnya lagi. Katakan terus dalam hati. "Saya tau saya mampu, saya yakin saya bisa. Karena ini adalah harapan saya.." Resapi, dan ulangi itu tiap hari. Bisa, orang Thinking itu hebat koq." Beliau menutup dengan senyum menawan. Dan aku cengar-cengir puas xD

Ada secercah Asa, ketika telah begitu lama Menenun..
Ketika namamu diketik di google, apa yang keluar? :)

Hal yang aku kerjain, dan ga pernah jenuh aku ngerjainnya ya NULIS. Maka bagiku sekarang, nulis bukan lagi sekedar hobi. Ia yang akan ku jalani susah senang, uang bukan jadi masalah. Dan ia adalah jalanku untuk menggapai syurgaNya. Insyaa Allah. Dengan nulis pula, aku bisa dong memeluk Aisyah R.A. Dan pastinya bisa bertemu nabi :)

Terakhir kak Dhira dari nasehat ayahnya Jamil Azzaini pernah bilang "Hidup itu seperti huruh ‘i’. Tugas kita sebagai manusia memberi garis, tugas Allah memberi memberi titik. Jangan sampai kita belum membuat garis, Allah sudah memberi titik (mati berarti hehe). Jadi selama belum menemukan passion, terus aja buat garis. Sampai suatu saat Allah memberikan titik di atas garis yang kita buat. Nah..pada saat itulah kita menemukan passion kita."

Semoga sharing kali ini bermanfaat :)
Hayoo..udah bikin 'garis'? Yuk, buat 'garis'mu segera! Agar segara pula di beri 'titik' olehNya :D



Penenun Asa
Membuat garis juga banyak coretannya,
tapi tetaplah buat garis, 
hingga akhirnya diberi titik olehNya:)

Sunday, May 29, 2016

Alasan Sederhana untuk Tak Mencintainya, Lagi II
 Ini sesi chat lanjutan Doi yang curhat tentang Doski. Dan sesi sebelumnya bisa dibaca disini yaa :) >>> Alasan Sederhana untuk Tak Mencintainya, Lagi




Tau kan, gimana keadaan orang yang lagi jatuh cinta? 


Cinta ini kadang kadang tak ada logika
- Agnes Monica
 
Lebih menggunakan perasaan dari pada logika. Maka secara otomatis, kejelekan sesorang tertutupi dengan cinta. Ya gitu sih, aku juga pernah merasakan hal itu. Hahaha. Dan yuk, kita balik lagi dengan kisah Doi. Ia yang awalnya 100% CINTA, kini tak ada lagi cinta itu. Logikanya naik ke kepala dan perasaannya turun ke dengkul. Wkwkw.


Makanan dicela, kan? Nah lho, padahal orang udah susah payah nyiapin makanan buat dia. Pantas aja cinta Doi ke Doski berubah seketika, kan?  Bagiku juga sama, karakter terendah seseorang adalah ketika dia suka mencela makanan. Kalau ga suka, ya ga usah dimakan, kenapa harus dicela segala sih? Nabi sendiri selalu santun dalam hal makanan, beliau mengajarkan untuk ga mencela makanan. Kalau ga suka, ya sudah diam aja dan ga usah dimakan juga! Dari pada mencelanya?


Aku jadi ingin nanya ke Doski gini “Tak tahukah kamu wahai Doski, esensinya suatu perjuangan? Makanan terhidangkan itu hasil perjuangan lho. Tahu pasti kan? Untuk jadi sebutir nasi itu perlu perjuangan. Tahapan yang panjang. Waktu yang lama juga. Aku tahu hal ini, karena ramandaku petani yang yang menggantungkan hidup dengan sepetak sawah. Aku tau betapa pontang pantingnya ramanda buat menghasilkan sebutir nasi itu.” Aku menarik nafas panjang, menunggu Doski berkomentar.


“Pengairan di sawah yang perlu dijaga, pupuk yang harus senantiasa diperhatikan, belum lagi hama wereng nakal yang harus dibasmi. Sesudah panen pun harus menunggu proses selanjutnya. Hei? Masih belum bisa dimasak? Belum! Masih ada proses selanjutnya, yaitu proses penjemuran, dan padi basah yang udah dipanen tadi dijemur, berhari-hari. Sampai kering.” Doski hanya membisu, angin semilir menambah bisunya obrolan ini.


“Tau ga Doski, menunggui padi yang dijemur sampai kering itu, ya ampun bosannyaa.” Aku berdecak sebal. “Aku pernah ikut ramanda jemurin padi. Aku kecil harus ikut mengalahkan panas matahari yang memanggang tepat diubun-ubun kepala. Dan padi basah tadi harus dibolak-balik. Udah gitu, ngeselinnya suka ada ayam atau burung yang dengan rewelnynya mematuk padi yang lagi dijemur tadi. Harus digurah juga kan?” lanjutku. Lagi-lagi Doski hanya diam.


“Kalau udah kering? Udah bisa dimakan? Belum juga! Masih ada lagi proses selanjutnya, yaitu proses penyelipan. Yakni membuang gabah dari bulir padi. Maka setelah diselip, baru deh bisa dimasak.” Aku menutup obrolan ini dengan senyum paling menawan kearah Doski. Ei.. O,O


Harusnya Doski dengar ini kan?


“Nah..segitunya perjuangannya. Masih belum bisa menghargai makanan? khususnya nasi? Lagian, ga setiap dari kita punya rezeki makanan kan Iz?” Doi mengirim pesan kembali. Aih..aneh, koq? Kan tadi aku ngobrolnya ma Doski kan?


“Nun jauh dibelahan bumi sana masih ada yang kekurangan bahkan. Nah ini? Malah mencela makanan! Udah untung disiapin, dengan seenaknya mencela.”


“Tau ga Doi, di KSR, kami diajari menghargai makanan. Menghargai tiap bulir nasi. Bakalan kena push up deh, kalau kami makan tapi masih tersisa nasi. Meski satu titik. Karena satu bulir nasi adalah 10x push up. “Makan, habiskan!” Senior kami mengajarkan begitu ketika Diklatsar. “Kalian ga tau rasanya kalau ga ada makanan! Dan relawan itu harus menghargai setiap makanan yang disajikan untuknya! Ga usah manya-menye!” .”


“Nah itu! Intinya dia ga bersyukur dengan adanya rizki kan? Ga juga menghargai perjuangan kan?”


“Tul!! Dan masihkah kamu mau mempertahankan si Doski?”


“Abeuhh..lupakan manusia tengil bin blagu kaya doski.”


“Hahaha.. Berakhir lha dengan baik dan semoga itu jadi pilihan yang terbaik!


“Pasti! Ga usah mikir lama-lama pokoknya. Oya aku punya quotes Iz, entar dibikin kaya yang di instagrammu itu yah."

"Quotes apaan?"

"Hmm..Hargai perjuanganku. Atau kamu kehilangan aku? Itu!" HAHAHA, quotes macam apa itu. "Eh..tenkyu bangets yah Iz, udah bersedia dengerin curhat recehanku. Berharga deh punya kamu..:*”

“Aihh..geli aku bacanya. :*”


Berakhirlah bukan karena
menghitung atau menimbang kesalahannya,
tapi karena prinsip dan integritasmu :)

Penenun Asa :)



Thursday, May 5, 2016

Jika
Bahkan jika ada yang bilang padaku bahwa AKU BISA, maka saat itu aku yakin bahwa "AKU MEMANG BISA!", meski keadaan ga sesuai logika sekalipun. Karena hidup ga sekadar logika dan analisis tajam, tapi ada 'hal lain' diluar jangkauan pikiran sehat kita. ๐Ÿ˜Š
#QuotesThinking #jangankaku #DobrakMindset

Penenun Asa